Saturday, January 1, 2011

Belajar Memilah Sampah dari Negeri Sakura Jepang


Jepang adalah negara yang memntingkan kebersihan. Kota-kotanya sudah tentu bersih. Penduduknya pun memiliki kesadaran yang tinggi terhadap masalah kebersihan ini. Berikut ini bagaimana orang Jepang memisahkan sampah rumah tangga dan manajemen pengumpulanya di kota (dalam Memisahkan Sampah: Belajar dari Jepang ditulis oleh Bambang Setia Budi, Pengkaji Tata Kota pada Institute for Science and Technology Studies (ISTECS) Chapter Jepang & Dosen ITB dari situs beritaiptek.com.

paparan berikut ini secara khusus mengambil kasus kota  Toyahashi, kota dimana penulis tinggal. kota ini berpenduduk kurang lebih 350 ribu jiwa dan terletak di wilayah Prefecture Aichi yang beribukota Nagoya.
setidaknya terdapat 7  tujuh kategori sampah rumah tangga yang mesti dipisahkan warga sebelum diletakkan atau dibuang ketempat penampungan pada hari yang dijadwalkan. ke tujuh itu yakni :

  1. Moyasu Gomi atau sampah yang dapat dibakar adalah utamanya sampah dapur seperti bahan atau bekas sisa makanan. Lalu sampah-sampah kayu, daun, atau rumput dan samapah kertas yang tidak dapat didaur ulang seperti tissu, kertas foto,serta pampress bayi dan juga puntung rokok. inilah kategori sampah yang jumlah volumenya terbesar dibanding dengan sampah-sampah kategori lainnya.
  2. Umeru Gomi atau sampah urug. jenis-jenis barang yang bisa dimasukkan disini biasanya barang yang terbuat dari tanah liat atau keramik atau pecah belah, batu bata, dan batako.
  3. Purasutikku Gomi atau sampah plastik. Banyak sekali juga barang atau wadah yang menggunakan bahan ini khususnya untuk berbagai macam pembungkus, wadah-wadah makanan, wadah detergen, minuman, telur, dll. Cara penyiapan pembuangan sampah plastik ini ada beberapa tahapan. pertama, barang yang terdapat tanda panah melingkar dan tulisan PET harus dipisahkan terlebih dahulu. Artinya, plastik ini masuk kategori sampah daur ulang. Kedua, harus dibersihkan dari bahan lain yang menempel atau membekas seperti kertas tempelan harga, besi, air, saus, dll.
  4. Kowasu Gomi atau sampah yang dapat diremukkan. Kategori ini termasuk barang-barang dari kulit seperti tas dan sepatu atau barang-barang electronik berukuran kecil seperti radio, tape, recorder, rice cooker, dll. Termasuk di sini juga barang seperti pipa stainless, bak air (kecil), cermin, stapler, bohlam, boneka, dan batteri (tamapa mercury).
  5. Yuugai Gomi  atau samapah berbahaya. kategori ini diantaranya adalah tabung-tabung flourescent yang biasa dipakai pada lampu penerangan dan tabung bekas gas atau aerosol/spray dan bahan-bahan mengandung mercury seperti batterai.
  6. Shigen Gomi atau samapah Daur Ulang. dalam kategori ini yakni 1)Pakaian, 2) kertas bekas, 3) botol berlogo PET dan 4) botol dan kaleng. sampah ini akan di daur ulang secara langsung oleh berbagain perusahaan terkait atau pusat daur ulang kota. Khusus kertas bekas, biasanya para orang tua selalu melibatkan anak-anak mereka, baik untuk mengikat atau membawahnya ke pusat lingkungan atau sekolah dasar terdekat.
  7. Okina Gomi atau sampah besar. Sampah kategori ini mungkin yang paling menarik baik dilihat dari jenis barang maupun prosedur membuangnya.. Yang menarik, prosedur membuangnya adalah adanya kewajiban membayar setiap barang dari semua barang yang akan dibuang. Peraturan ini sebenarnya belum terlalu lama, namun sudah diberlakukan di seluruh kota di Jepang dan kota Toyahashi.
Samapah Menurut Bahan dan Perkiraan Lama Hancurnya
  1. Kertas                                     : 2,5 bulan.
  2. Kulit jeruk                              : 6 bulan.
  3. Kardus                                    : 5 tahun
  4. Filter Rokok                            : 10-12 tahun
  5. Kantong Plastik                       : 10-20 tahun.
  6. Kulit Sepatu                            : 25-40 tahun.
  7. Nilon                                      : 30 - 40 tahun.
  8. Plastik (alat dapur)                  : 50 - 80 tahun.
  9. Aluminium                              : 80 - 100 tahun.
  10. Plastik Busa                             : tidak dapat diurai

0 comments: